Sejak menonton, dan membaca biografi tentang Soe Hoek Gie, salah seorang pejuang muda idealis, saya semakin kagum. dan terinspirasi. terutama pada puisi terakhirnya.
Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa
Sederhana, tapi menurut saya itu benar. sebuah kalimat perpaduan antara perasaan, logika, dan fakta. Antara hati – otak dan realita, begitu indah sekali disatukan. Dia menciptakan pemahaman yang idealis dan bermakna. Dan, itulah yang sedang ingin saya coba.
Saya paling benci bicara soal hati. selama kuliah ini, hampir tiga tahun, hati saya sudah sangat nyaman. tapi mendadak, harus menerima kenyataan bahwa separuh hati lain protes karena merasa tidak selaras.
sudah lama, saya tidak merasakan apa itu sakit, dan apa itu kehilangan. dan saat ini tiba-tiba perasaan itu muncul. Rasanya seperti ingin menangis, tapi tidak bisa menangis. Mungkin saya sedang lupa, bagaimana cara mengekspresikan rasa sedih itu sendiri. Lalu?
Terakhir kali rasa hancur itu saya rasakan ketika saya menuliskannya dalam blog ini.
dia pernah membuatku sempurna, hingga aku menjanjikan selamanya…
tapi mimpi yang dia punya, berbeda… -the rain, tolong aku-
Saya sampai tidak bisa lagi berkata-kata. termenung. tidak menangis. tidak tertawa. dan saya sendiri semakin risih melihat wajah saya sendiri. (baru aja nyeplus jerawat, trus merah2 gitu deh).
Di laptop hanya ada koding-koding. Hari ini jadi kayak robot. Saya nggak tahan. tapi saya belum rela kehilangan. rasanya, tidak ingin berlebihan. tapi galau ini terasa berlebih-lebih.
Dan, pada akhirnya, hanya ini yang terucap….
“Bismillah…. aku iklash melepasmu. Semua kenangan itu indah. Dan kau adalah salah satunya.”